Tulisan Ini Random, Seperti yang Ada Dalam Kepala Saya. Ayo Ngobrol!

Terlalu banyak hal yang meriuhkan kepala akhir-akhir ini.

Bingung menguraikannya, sehingga hanya sekadar menulis kepsyen pun sekarang merasa kesulitan. Memaksa rentetan kalimat itu keluar justru membuatnya terasa tak bernyawa. Padahal untuk mengembalikan kedalaman tulisan seperti sedia kala hanya satu kunciya: baca.

Mungkin setelah ini, saya butuh jalan-jalan ke toko buku. Meski sehari-hari saya telah sering 'menghidupi diri sendiri', tapi jiwa yang kembali setelah jalan-jalan sendiri beda rasanya. Selalu lebih lega. Literally jalan-jalan sendiri!

Terlalu memikirkan apa yang belum bisa saya kerjakan, padahal belakangan, Allah kasih kesempatan-kesempatan yang saya kira cuma bisa mengendap jadi keinginan. Sesederhana pinta, "Ya Allah, saya pengen ketemu Bu ini (guru matematika SMP saya).", dan kemudian, Allah hadirkan beliau di hadapan saya saat itu juga.

Telah memulai banyak hal yang pada tahun-tahun sebelumnya hanya wacana; bikin konten di instagram tanpa peduli yang orang lain pikirkan  (entah itu nyanyi, ngedukasi, atau suka-suka, terima kasih instagram telah memungkinkan konten reels dibagikan tanpa melalui beranda sehingga diri ini bisa lebih leluasa bebas prasangka); lebih serius untuk mengisi channel YouTube (dan sepertinya sekarang dah berubah jadi gado-gado saking nggak taunya itu channel mau difokuskan ke arah mana); punya platform yang mau nerima tulisan saya (tinggal sayanya aja yang mau segera ngerampungin tulisan apa engga). 

Lalu apa? 

Saya justru mempertanyakan niat yang selama ini menjadi penyemangat saya. Semoga masih ada dan selalu terjaga kelurusannya:"))

Terlalu berlarut-larut merayakan kesedihan pada setiap kegagalan-kegagalan akan peran saya sebagai seorang anak, kakak, dan guru. Merasa gagal di rumah, begitu pun di sekolah. Saya tahu, semua tergantung pikiran saya. Karena pikiran sedang keruh, jadi demikian lah saudara-saudara. 

Semakin ke sini semakin mengerti, betapa berharganya teman ngobrol. Semakin dewasa, lingkaran pertemanan semakin sempit itu betul. Saking sempitnya, di lingkaran yang tersisa itu, sampai sungkan mau bercerita. Karena telah hafal bagaimana masing-masing menanggapi cerita, yang sering kali malah membuat semakin tidak nyaman. Ujung-ujungnya, saya jadi pendengar. Haha.

Semakin besar ketakutan akan kehadiran orang lain. Masih tidak siap, padahal Bapak yang pada masa lalu berpesan, "jangan cepat-cepat nikah, ya", kini pesannya telah berganti, "kalau dah ada yang suka, yaudah nggak usah lama-lama." - yang barangkali Bapak tidak mengerti betapa menerima orang lain tidak lagi perkara suka atau tidak suka. Pun saya orang yang sangat malas berkecimpung pada yang begitu-begitu, jadi kalau ditanya tentang orang dekat, saya lugas menjawab nggak ada! Dan memang karena pembawaan saya yang agak judes kalau 'diusik' sih, ya... tapi justru itu yang saya syukuri, Alhamdulillah, Allah menjaga saya. Meski pun itu berarti, saya harus lebih sabar dalam berikhtiar dan berdoa. Lebih besar bimbangnya juga! Haha

Semakin ke sini semakin kurang mengerti tentang banyak hal. Semakin pusing. Cerita ke Allah itu pasti, tapi cerita ke manusia juga butuh lah ya sekali-kali. Dan nggak tahu lho, saya sampai saya kepikiran buat booking konsultasi psikolog segala. Cuma butuh ngobrol padahal, serius~



Komentar

Postingan populer dari blog ini

SO7 : Pertama dan Selamanya

FREEDAY OR ANIDAY WHATEVER

Nggak Penting~