[ Inilah Aku! ] : Lakukanlah Walau Sampai Terkesot-Kesot
Pening begitu
kuat aku rasakan. Jari-jariku seakan ingin lepas dari telapakku. Begitu pegal
amat-sangat. Punggungku begitu remuk. Seakan tak kuat lagi untuk menegakkan
badanku. Namun semua itu aku tahan. Terus aku tahan sampai selesai nanti. Aku
tak peduli. Yang penting... ini semua harus jadi. Malam ini!
Aku
tetap bertahan, terus bertahan, hingga akhirnya... huaahhh. Akhirnya! Selesai!
Oke, itu alay.
Tapi
siapa yang tahu sob kalau semua itu pernah engkau rasakan? Kalian rasakan!? Menyelesaikan segala sesuatu harus pada saat itu.
Yang
tadi itu adalah aktivitasku. Target menulisku. Aku bertekad pada suatu pagi, hari
ini pasti rampung! Padahal nih... baru sampai klimaks. Gila banget, kan?
Gimana coba penyelesaiannya? Tapi, hari ini ya hari ini. Tak paksain ni otak.
Juga jari, beserta tubuhku. Semua! Mereka kuajak bersusah payah merampungkan
novelku. Kurang kerjaan banget, kan? Besok pagi aja bisa. Kan masih ada libur
seminggu lebih tu.
Eeitts!
Komitmen ya tetap komitmen. Yah. Komitmen terhadap waktu. Jika aku bertekad dan
berjanji hari ini, aku juga harus menyelesaikan dan menepatinya walau untuk diriku sendiri. Bukankah semua harus berawal dari diri sendiri? Kalau nepatin
janji terhadap diri sendiri aja kagak bisa... gimana dengan orang lain?
Hooaahhh...
paginya, remuk badanku. Sholat shubuh sampai terkesot-kesot. Gila... pening
banget!
Namun,
aku tak pernah menyesal melakukan itu. Yang mungkin memang, aku dzalim terhadap
anggota tubuhku. Tapi dengan begitu, aku dapat mengefisiensi pekerjaan dan
tugas yang lain. Dengan begitu, aku bisa bantu Ibu pagi harinya. Nggak cuma
nyelesein novelku yang nggak jelas itu. Pening itu untungnya hanya sesaat.
Setelah itu, Maha Suci Allah... aku fit! :D
Ketika
kita dihadapkan oleh suatu tugas, kadang kita melihat deadline terlebih dahulu. Memandangnya dengan ekspresi datar,
kemudian tersenyum kecut sambil menanggalkannya. Masih lama, pikirmu. Tak hanya
kamu, tetapi juga aku. Bahkan mereka. Semua batasannya deadline. Tak perduli walau itu bulan depan, minggu depan, atau
bahkan esok hari. Yang ada dalam pikiran kita hanyalah : masih ada waktu
sebulan lagi. Seminggu lagi. Dua hari lagi. Dua puluh empat jam lagi. Yang
penting, nanti juga bisa.
Kemudian,
kaki ini melangkah untuk memenuhi rayuan merdu dari si para penggoda dan
pembuat kelalaian. Apasaja itu! Entah itu televisi, bola, game, komputer,
facebook, atau mungkin bbm.
Dan
ketika waktu berlalu, kita ingat tugas kita. Dan segera merengkuh dan bersusah
payah untuk mengerjakannya. Haahhh... gila! Sulit! Hingga akhirnya kita
memutuskan untuk mengerjakannya esok hari ketika fikiran masih fresh. Disetel tuh alarm jam 3 pagi.
Tidur seenak kebo.
Kita
mampu bangun, sob! Ngerjain tugas tuh. Tapi emang dasar masih ngantuk, ngerjain
juga seenaknya sendiri. Asal jadi. Setelah selesai,
tidur lagi deh tu! Tidur semau lo.
Dan
ketika kita bangun, seberkas cahaya memancar dari sela-sela jendela rumah.
Hoahhh... kesiangan! Langsung gendadapan.
Kelimpungan ke sana ke mari. Pakai baju sekenannya dan langsung nggeblas tanpa sarapan. Dan ketika
engkau sampai di tempat yang engkau tuju...
Hah!
Telatt!
Kemudian,
kau teringat tugasmu. Kau periksa dia di dalam tasmu. Kau belum mendapatkannya.
Kau orak-arik seluruh isi tas. Tidak
ada. Dia tertinggal.
Ketika
kau masuk, kau diingatkan oleh rekan yang lain akan tugas yang telah habis
deadline, namun engkau belum mengumpulkannya. Engkau sama sekali tak
mengingatnya. Dan jika kau tak mengumpulkan hari itu, kau tidak boleh ikut
pelajaran mata pelajaran yang engkau melalalaikan tugasnya. Pening! Kau jatuh
tersungkur di depan kelas. Disaksikan orang-orang yang ada di sekelilingmu.
Ketika engkau bangun, kau berada di rumah sakit. Dan orang yang ada di
hadapanmu mengatakan : syukurlah kau sudah sadar. Alhamdulillah kau bisa ikut
ujian.
Haaaaaa...
kau langsung pinsan lagi seketika itu juga.
Wkwkwk.
Gimana kawan? Hanya gara-gara menyepelekan waktu. ‘hanya’ waktu! Kita berfikir
: emang apa sih yang bisa dilakukan sebuah rangkaian huruf W-A-K-T-U. Apa coba?
Buat dipake makanan ayam aja kagak bisa, kan? Jadi, apa berharganya?
Eeeiitsss!! Jangan sepelekan. Walau hanya rangkaian huruf
mulai dari W kemudian A, disusul di belakangnya K dan T lalu diakhiri dengan
U... tak seorangpun dapat menandinginya dalam hal apapun.
Kecepatan?
Jelas banter! Benter aja pake bangeeettssss!! Dan perlu diketahui bahwa dia
–waktu– lebih berharga daripada sekandang kambingmu. Bahkan bertrilyun-trilyun
ton permata sekalipun.
Nggak
percaya? Sekarang kamu pilih deh tu permata beserta seabrek benda berharga
lainnya yang jumlahnya melebihi yang ada di dunia. Tapi, kamu nggak memiliki tu
si ‘waktu’. Kapan bisa nikmatin semua itu? Nggak ada gunanya, sob! Jadi, waktu
is waktu. Bukan uang, emas, ataupun berlian. Karena DIA, lebih berharga dari
semua itu.
Pada
suatu hari –ceritanya mendongeng, sob! Wkwkw :D– Abdul Malik, anak dari
khalifah Umar bin Abdul Aziz mendatanginya. Didapati Sang Khalifah sedang
beristirahat di ranjang karena sehabis mengurusi jenazah kakeknya (Sulaiman bin
Abdul Malik).
“Wahai
Amirul Mukminin, gerangan apakah yang membaringkan Anda di siang bolong
begini?” seru Abdul Malik.
“Aku
letih. Aku butuh istirahat.”
“Pantaskah
anda beristirahat, padahal banyak pekerjaan yang harus dikerjakan? Lihat di
sana, rakyat yang tetindas butuh pertolonganmu!”
“Semalam
suntuk, aku menjaga pamanmu. Aku perlu istirahat. Setelah dzuhur, aku akan
mengembalikan hak orang-orang yang tertindas.”
“Wahai
Amirul Mukminin, siapakah yang memajamin anda hidup sampai dzuhur? Bagaimana kalau Allah
menakdirkan Anda mati sekarang?”
Mendengar
jawaban anaknya itu, Umar bangun dan pergi. Membawa satu karung pikulan gandum.
Mencari orang-orang yang kelaparan.
Hayohhh...
Umar saja begitu diingatkan langsung siaga, sob!
Kita??!
Aku
jadi ingat ketika dulu, Bu PAI-ku SMP –Bu Jumirah– melantunkan suatu tembang
saat di tengah pelajaran.
Demi masa, sesungguhnya
manusia kerugian
Kecuali yang beriman
dan beramal sholeh
Mau
digolongkan ke dalam orang-orang yang beriman dan beramal sholeh?
So,
hargailah waktu. Perlakukan ia sebaik dan seoptimal mungkin. Nggak mau
digolongkan kedalam dua itu? Ckckck... ampun, deh. Masak sih, sob? Lagi-lagi
tak ingetin :
“Sesungguhnya manusia Kami
ciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya
Kemudian Kami
kembalikan ia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)
Kecuali orang-orang
yang beriman dan beramal sholeh, maka bagi mereka pahala yang tiada
putus-putusnya” (Qs. At-tin : 4-6)
Semua
manusia memang diciptakan yang paling sempurna. Namun, manusia juga bakalan
dikembaliin ke tempat yang paling-paling rendah. Kecuali, orang-orang yang
beriman dan beramal sholeh.
Yehhh...
lagi-lagi si iman sama si sholeh yang nongol. Jadi, masih nggak mau jadi si
iman sama si sholeh?
Apaan?
Bukan Iman sama Sholeh yang hobi mungutin jemuran tangganya itu, bukan! Kalau
kayak mereka sih, jangan diikuti, deh.
Lakukan
hari ini, saat ini dan detik ini. Segala hal itu perlu usaha. Semua nggak bisa
secara automatically dan segampang
apa yang ada difikiran kita. Pekerjan itu untuk dikerjakan, bukan difikirkan. Emang
sih, sebelum bekerja itu kudu dipikir
dulu. Tapi, kalau terlalu banyak mikir, nanti malah setress, sob. Betul?
Kita
butuh harus bekerja. Perlu melibatkan semua pihak dari diri kita. Baik hati,
fikiran, tangan, lisan, maupun yang lain. Semua butuh kerja keringat ehhh...
kerja keras dan juga keringat maksudnya! Saking
semangatnya jadi kecampur deh, tu!
Yahh...
semua butuh usaha, usaha, dan usaha.
“Biarin...
bukannya Allah udah janji bahwa semuanya sudah dijatah rejekinya masing-masing.
Pada seekor burung sekali pun.”
Hah?
Bener-bener lo, sob. Berkilah dengan dalil. Sungguh....
Wei...
dengar kata bijak berikut ini :
Tuhan memberi makanan
pada setiap burung, tetapi Dia tidak melemparkan makanan itu ke dalam
sarangnya.
Buset!
Mak Jlep! banget nggak, tuh!!?
Bangett!
That’s right,
Tuhan memberi makanan pada setiap burung, tetapi Dia tidak melemparkan makanan
itu ke dalam sarangnya. Uwhh... Jlep! Jlep! Jlep!
Burung
juga harus usaha dulu kan untuk mendapatkan makanannya? Lagi-lagi semua tidak bisa
automatically. Semua emang Tuhan yang
ngatur, but kita juga terlibat dalam
penentuan-Nya. Bukankah apa yang kita petik, sebanding dengan apa yang kita
usahakan? Kita upayakan dengan penuh burai-burai air mata? Yapp! Tuhan
bergantung pada kita.
Maka,
adalah benar jika Bang Fatan dan Bang Deniz menyampaikan :
Teman, tak ada yang
kita dapat dengan tiba-tiba. Ada lika-liku yang harus kita lalui. Kalau ingin
sampai ke atas, ada tangga-tangga yang harus kita lalui.
Makanya, jangan hanya
ngomong. Jual lagak lagi sombong. Cuman nongkrong, ngomongin gosip bo-ong. Juga
jangan hanya bengong, melompong kayak kerbau ompong. Segera bertindak, dong!
Jadilah “profesor”!
Hehe.
Jadi... gimana teman-teman? Masih mau katakan ‘nanti aja’ ? :)
Emang sih, gua juga sering 'ngentengin' kerjaan (tugas kuliah misalnya) kalo diberi waktu panjang. Godaan buat menunda banyak banget. Karena gua termasuk orang yang gampang digoda (hahaha), gua pun tergoda. Giliran waktu ngumpulin udah dateng jadi kalap sendiri. Tapi gua masih percaya sama 'The Power of Kepepet' sih, jadi nggak terlalu merisaukannya, hahaha.
BalasHapuswaduh baang... kok samaan? haha.
Hapusiyaa, ngerjain sesuatu mepet dateline justru membuat pekerjaan kita ramung dalam waktu singkat! *yah *tolong cegurin saya *ini bisikan syetan yang terkutuk*
Kerjain sesuatu mepet deadline juga bikin otak lebih serius dan fokus. Terus kalo berhasil ngerjain dalam waktu mepet langsung berasa dewa gitu. hahah..
BalasHapuswaini temenku banget :D
Hapusaku masih suka nyepelein waktu :' naskahku aja terbengkalai :' deadline padahal sebulan lagi :' astaga. sadarkan aku :(
BalasHapuscieee yang sibuk sama naskahh :D:P naskah baru apa naskah revisian kak feb? ayo kak semangat!
HapusTwo thumbs up buat judulnya.
BalasHapusEh, tapi gue juga baca isinya kok. Dan ya... damn that's so true. Tapi tau sendiri lah, gue sering banget ngalamin kayak gitu.
yang nulis aja sering kaya gitu X)
Hapus